ASAL USUL KETURUNAN SUKU GUMAY

Didasarkan pada sumber, populasi keturunan Gumay sekarang iniberasal dari keturunan Puyang Gumay yang pertama yakni : "DIWE GUMAY".

Puyang Diwe Gumay memiliki dua saudara yakni : Puyang "SEMIDANG" dan Puyang "BESEMAH". Puyang Basemah disebut "ATUNG BUNGSU" , sedangkan Puyang Semidang disebut "NURDIN SAKTI" yang bermula dari wilayah Bukit Siguntang Palembang.

Mengenai Saya

Foto saya
lahat, sumatra selatan, Indonesia
saya adalah putra gumay yang ingin memberi tahu kepada saudara-saudara dirantau tenetang keadaan ,kejadian yang ada di gumay...

Rabu, 10 Juni 2009

OTORITAS PUYANG GUMAY SEBAGAI KEPALA PEMERINTAHAN

Pada awal pembentukan suku Gumay, sebagai keturunan dari puyang Diwe Gumay maka pimpinan pemerintahan dan pimpinan adat dipegang oleh puyang secara turun temurun yang ditunjuk karena ada kelebihannya ( ade ambi'anye ). Hal ini berlanjut sampai masuknya Kesultanan Palembang sekitar 1630 Masehi.

Diperkirakan pemerintahan Gumay dirintis sekitar sekitar tahun 1341 Masehi berjalan selama sekitar 289 tahun. Kemudian di tahun 1630 Masehi aturan dan Undang-undang Simbur Cahaye (UU-SC ) yang disusun Ratu Senuhun Sending dibantu oleh para alim ulama dan pemuka masyarakat.

Para Puyang bersahabat dengan Sultan Palembang dan kesultanan pun menghormati otoritas Puyang ini dikarenakan Puyang bisa mengatur pemerintahannya dengan lebih konkrit karena ada undang-undang tertulis meskipun hanya dengan aksara Arab kuno.

Bahkan Kesultanan Palembang memberikan penghargaan kepada Puyang karena sistem pemerintahan di bentuk menjadi sedemikian rupa agar rakyatnya nanti mampu berkembang menjadi sebuah marga yang utuh, dan Kesultanan pun memberi Gelar "Pangeran" kepada Puyang. Hal ini berlangsung sampai tahun 1824 Masehi. karena pada tahun tersebut belanda resmi menaklukkan Palembang dan wilayah Palembang Ulu masuk daerah jajahan Belanda.

Saat Belanda menduduki Palembang dan sekitarnya, pemerintah Belanda tetap mengakui UU-SC sebagai aturan dasar pidana-perdata dan kemasyarakatan di lingkungan marga dan dusun, tetapi berubah kedudukannya dari UU Dasar menjadi UU Adat.

Untuk mengurangi otoritas Puyang, terutama dari segi Rasionalisme Belanda membagi pemerintahan yakni :

1. Diciptakannya perangkat pemerintahan resmi yang disebut Purwatin yang terdiri dari : Pasirah, dan Kerie, dengan perangkatnya seperti Pembasap, peggawe, Ketib Perpat, Kemit dan lain sebagainya.

2. Kepala pemerintahan marga dan dusun masing-masing oleh pasirah yang bergelar Depati, dan dusun oleh Kerie dipilih langsung oleh rakyat secara Demokrasi ( tidak ada yang bersifat turun temurun ).

3. Pimpinan adat termasuk Jurai Tue Gumay, tetap dihormati dan diakui sebagai pemimpin adat dan suku dengan pangkat " Jurai Tue atau Junjungan".

4. Mulai muncul Pasira baru yang diberi gelar pangeran oleh Belanda, bukan pangeran berjasa yang diberi gelar oleh kesultanan Palembang dahulu. Hal ini menimbulkan perpecahan dikalangan penduduk Gumay.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar